PUTRI TANGGUH (Bagian 3)
Oleh: Lili Suriade, S.Pd
Perasaan
Juwita tak menentu. Ia sebenarnya sangat bahagia, telah terpilih ikut lomba.
Namun di lain sisi, ia tidak punya uang. Jarak sekolah dengan pusat Kabupaten
yang sangat jauh, tentu memerlukan ongkos dan uang saku. Sementara untuk ke
sekolah saja, Juwita jarang dapat uang saku. Tiba-tiba ia teringat pada buah
pinangnya. Juwita pun tersenyum, mudah-mudahan seminggu lagi uangnya cukup. Ia
bertekad setiap hari akan lebih giat bekerja, mengumpulkan buah pinang yang
sudah jatuh dari pohonya.
Sepulang
sekolah, Juwita langsung menuju kamar gudang. Ia hendak menjemur pinang-pinang
yang kemarin belum begitu kering. Namun setelah mencari ke segala sudut, ia tak
menemukan buah pinangnya.
“Bu..lihat
buah pinang aku 'gak?”
“Tidak.
Ibu dari tadi belum masuk ke gudang.Coba Tanya ayah, Ibu lihat dia tadi sudah
merokok, jangan-jangan uangnya dari pinangmu.” Jawab ibu.
Tiba-tiba
ayah datang dari kamar.
“Yah..apa
ayah melihat pinang-pinangku?”
“i..iya.
Maaf ya nak ayah sudah 2 hari tidak merokok. Jadi tadi ayah jual pinangmu, ayah
belikan rokok 2 bungkus.” Jawab ayahnya sambil tersenyum memamerkan 2 bungkus
rokok ke arah Juwita.
Juwita
hanya diam, ia merasakan perih di dada. Air mata yang hampir tumpah, ditahan nya
sekuat mungkin. Malah ibu yang asik mengomel.
“Dasar
ayah tak tahu malu. Masak untuk beli rokok sendiri tega menjual pinang yang
sudah susah-susah dikumpulkan anaknya.” Ucap Ibu dengan nada penuh emosi.
Kalau
sudah begitu yang terjadi pasti pertengkaran hebat. Ayah paling anti kalau dia
disalahkan. Justru dia kan melakukan pembelaan diri. Padahal ayah Juwita masih
sehat dan kuat. Hanya saja ia adalah tipe orang yang tak suka bekerja keras.
Juwita
menguatkan hatinya. Ia harus bekerja keras agar bisa mendapatkan uang
secepatnya. Ia harus mengumpulkan buah pinang lagi. Saat itu juga ia
meninggalkan rumah dan pergi mengelilingi kampung. Ia menuju ke lokasi
pinang-pinang masyarakat yang buahnya sudah masak. Juwita tidak malu-malu
melakukan semua itu. Walau belum mengerti tentang halal dan haram, namun di
kampungnya seolah-olah hal tersebut sudah halal. Selama ini, Juwita dan teman-temannya
mencari dan mengumpulkan buah pinang yang sudah jatuh dari pohonnya. Kebanyakan
warga tidak tertarik mengumpulkan buah pinang nya. Jadi pinang-pinang tersebut akan
dikumpulkan oleh anak-anak kampung yang bersedia melakukannya. Juwita sejak
dari SD sudah terbiasa melakukan semua itu. Uang yang diperolehnya, akan
dibeli kan kebutuhan sekolah, bahkan sebagian kecil ditabung nya. Selain itu, ia
juga giat berlatih untuk mendalami materi-materi cerdas cermat.
Hari
ke 5 sejak kejadian itu. Juwita sudah bisa mengumpulkan buah pinang sebanyak
5 kg. Ia pun menjualnya kepada Toke
pinang. Ternyata uangnya hanya 60 ribu. Juwita makin panik, lantaran waktu
untuk lomba sudah semakin dekat. Sementara dari perhitungannya Juwita paling
tidak harus memegang uang saku sebesar 100 ribu. Akhirnya ia pun berpikir untuk
meminjam uang kepada orang tua Cece, mudah-mudahan bu Erma bisa membantu,
ungkap hati Juwita.
Sehabis
mengajar malam itu Juwita memberanikan diri menemui bu Erma yang baru saja
selesai makan malam.
“Bu..saya
besok izin gak bisa mengajar, karena saya akan ke Muaro ikut lomba cerdas cermat.
Jadi kalau masuk final, mungkin kami pulangnya agak malam.”
“Tidak apa-apa Juwi. Silahkan.” Jawab bu Erma ramah.
Juwita
pun mengangguk sambil tersenyum. Lalu Juwita hendak menyampaikan maksudnya
ingin meminjam uang, tapi mulutnya malah terkunci rapat.
“Juwi
kenapa? Apa ada masalah?”
Juwita
kemudian memberanikan diri untuk ngomong.
“Begini
bu..apa saya bisa pinjam uang ibu dulu, besok setelah gajian saya ganti.
Maafkan saya bu..” Ucapnya dengan perasaan segan.
“Oo..itu.
Kenapa gak ngomong dari tadi? Oke, Juwi butuh berapa?”
“Kalau
bisa 50 ribu bu.”
“50
ribu, apa itu sudah cukup?”
“su..sudah
bu. Lagian sudah dikasih ayah 50 ribu kok.” Dusta nya.
“Baiklah.
Ini ibu kasih 75 ribu. Nanti Juwi bayar saja 50 ribu ya.”
“Terima
kasih banyak bu.”
“Sama-sama,
semoga sukses ya lomba nya.”
“Amin..Kalau
begitu saya permisi pulang ya Bu. Assalamualaikum..”
“Wa
‘alaikum salam..” jawab bu Erma dan suaminya.
Sampai
di rumah, Juwi pun menghitung uangnya. Tiba-tiba ayahnya datang dan langsung
mendekati Juwita.
“Aduh
Juwi, ternyata uang kamu banyak ya. Bagi ayah dong..” Ucap ayah sambil
mengambil selembar uang 50 ribu.
“Jangan
ayah..ini bukan uang Juwi, ini uang baru Juwi pinjam, karena Besok Juwi mau
pergi lomba ke Muaro.” Jawab Juwi memelas.
“Alah..sama
ayah sendiri kok pelit. Segitu kan sudah cukup buat ke Muaro.” Ucap ayahnya
sambil pergi ke kamarnya. Juwita hanya bisa menangis. Tapi cepat-cepat
dihapusnya air matanya. Juwita tidak mau ibu mengetahui semua ini. Malam itu,
uang Juwi hanya tinggal 85 ribu. Ia menyimpan uang itu di dalam tas nya. Semua
barang keperluannya pun disiapkan malam itu karena besok pagi-pagi sekali Juwi
sudah harus berangkat. Sebelum tidur, Juwita mencoba mengikhlaskan semua yang
terjadi. Ia berharap semoga besok semuanya berjalan dengan lancar.
Ahamdulillah,
juwita pulang dengan membawa kemenangan. Ia dan 2 temannya berhasil meraih
juara 1. Dari kabupaten, ia berhasil membawa hadiah masing-masing 300 ribu
rupiah. Dan dari sekolah, dia juga diberi hadiah berupa bebas SPP selama 3
bulan berturut-turut. Akhirnya, sore itu Juwita pulang dengan membawa
kemenangan. Juwita sangat bersyukur di dalam hatinya.
SELESAI
Comments
Post a Comment